Kamis, 09 Desember 2010

DUMPING, “STRATEGI JAHAT” YANG DISUKAI KONSUMEN


dimuat di majalah Wacana Widya
edisi 1. 2008
DUMPING, “STRATEGI JAHAT”
YANG DISUKAI KONSUMEN

Agar Globalisasi Berjalan Dengan Sehat


            Suatu ketika di desa Tani Mukti Kecamatan Mulyo Kabupaten Maju Jaya,  Polan bekerja sebagai pande besi membuat berbagai peralatan pertanian dari besi rongsok yang dilebur dan kemudian ditempa. Polan bekerja secara sederhana dengan peralatan yang serba sederhana pula. Tidak ada sentuhan teknologi maju apa pun di tempat usahanya. Polan bekerja dengan mengandalkan tenaga dan keahlian yang diwarisi dari  orang tuanya, tidak ada sentuhan permodalan.  Untuk tenaga kerja, ia mempekerjakan beberapa temannya di desa itu. Semua bekerja dengan berpeluh. Hasilnya dijual di pasar desa yang pada hari pasaran Wage begitu ramai dengan pengunjung para warga dari beberapa desa sekitarnya yang umumnya juga petani. Produk Polan yang berupa cangkul, sabit, garu dan semacamnya itu begitu menjadi andalan para petani. Selain karena kualitasnya yang memadai juga karena tidak ada produk selain dari pande besi Polan.

            Namun, tiba-tiba di pasar desa itu ada kios yang menjual peralatan pertanian bukan hasil produksi Polan. Produk itu berkualitas setara dengan produk Polan bahkan lebih bagus. Produk tampak lebih rapih dan terlihat dibuat dengan cara-cara yang lebih maju dan diberi merk “Panen”. Peralatan tani merk Panen dijual  dengan harga yang lebih murah dari pada produk Polan. Segera saja warga desa Tani Mukti lebih memilih produk yang berlabel Panen.

            Polan yang mulai kehilangan pembeli berusaha mempertahankan agar produknya tetap laku dengan menurunkan harga jual sehingga sama dengan merk Panen. Keuntungan yang selama ini didapatnya dengan jumlah yang pas-pasan saja, harus dipangkas. Bagi Polan yang penting usahanya tetap jalan sehingga ia tidak kehilangan pekerjaan. Sebagai usaha turun temurun, mejadi pande besi adalah satu-satunya keahlian yang dimiliki Polan.

            Anehnya, produk merk Panen juga segera  menurunkan harganya hingga kembali lebih murah dari pada produk Polan. Begitu seterusnya, setiap Polan menurunkan harga jual, selalu diikuti merk Panen. Produk Polan selalu lebih mahal. Polan tak habis pikir, bagaimana produsen Panen bisa menjual dengan harga semurah itu. Menurut perhitungan tidak mungkin ada cangkul atau sabit semurah itu. Dari perhitungan sederhana pun, harga jual itu sudah tidak bisa menutup harga bahan baku. Warga desa Tani Mukti tidak berfikir sejauh itu. Mereka senang bisa mendapatkan alat pertanian dengan harga yang murah. Produk Polan tidak lagi ada yang membeli. Tak lama kemudian, Polan menutup usahanya. Warga pun bergantung pada alat pertanian merk Panen.

            Dalam frustasinya, Polan mencoba mencari tahu dimana produk Panen itu dibuat. Ternyata juragan dari Kabupaten Sejahtera yang memproduksinya. Namun Polan begitu kaget mendapati merk Panen menguasai pasar di sana namun dijual dengan harga begitu mahal. Begitulah yang terjadi, produk yang dijual murah di Desa Tani Mukti itu ternyata justru dijual mahal di daerah produsennya. 

            Setelah Polan bangkrut, praktis hanya merk Panen yang tersedia di pasaran desa Tani Mukti. Namun lambat laun harga produk itu merambat naik dan bahkan akhirnya melebihi harga produk Polan sebelumnya. Masyarakat kembali teringat Polan dan berharap agar Polan memulai usahanya lagi. Tetapi Polan telah bangkrut, tidak ada daya lagi untuk memulai usahanya. Masyarakat merasa telah dikuasai produk Panen termasuk dalam penentuan harganya.

Strategi Dumping

            Apa yang sebenarnya telah terjadi dalam cerita rekaan di atas? Juragan di kabupaten Sejahtera itu memang pedagang yang memiliki strategi. Polan telah menjadi korban dari strategi itu. Cara-cara seperti itu dalam praktik perdagangan disebut sebagai dumping. Strategi menjual lebih murah di negara  lain namun menjual dengan lebih mahal  di negara produsennya.

            Dari sisi konsumen, praktik dumping tentu saja dirasa menyenangkan. Konsumen bisa mendapatkan barang dengan harga yang murah. Masyarakat tidak merasa ada akibat negatif selama tidak ada produsen barang sejenis yang dirugikan. Efek negatif akan dirasa bila ada produsen barang sejenis yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh adanya barang dumping itu.

            Menurut World Tarde Organisation (WTO) yaitu organisasi perdagangan dunia, strategi atau praktik dagang semacam itu bila bermuara pada kerugian produsen lain  dianggap sebagai praktik jahat. Bila di suatu negara terdapat produsen yang dirugikan karena strategi dumping oleh produsen dari negara lain maka pihak kepabeanan negara pengimpor dapat menerapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Besarnya BMAD setinggi-tingginya sama dengan marjin dumping yaitu  selisih antara nilai normal (harga barang dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor) dengan harga ekspor dari barang dumping. Pada dasarnya pengenaan  BMAD akhirnya mengakibatkan barang dumping  menjadi kehilangan nilai dumpingnya.

            Mengapa produsen menerapkan strategi dumping? Tidak semua praktik dumping dimulai dari niat jahat menguasai suatu pasar dengan cara mematikan produsen lain. Selain tujuan jahat sebagaimana cerita di atas, dumping dilakukan bisa dengan alasan untuk mencapai tingkat efisiensi produksi. Sebagai contoh, seorang produsen pensil memiliki mesin dengan kapasitas produksi 1 juta batang setahun. Mesin ini akan mencapai tingkat biaya yang paling efisien bila memproduksi 700 ribu batang, maka tentu saja produsen itu akan memproduksi barang pada tingkat biaya yang paling efisien. Namun ternyata pasar domestik produsen itu hanya mampu menyerap produksi pensil sejumlah 500 ribu batang sehingga 200 ribu batang harus diekspor. Karena pasar domestik telah memberikan keuntungan yang memadai sementara produsen itu tidak memiliki tenaga pemasaran internasional yang profesional maka pensil itu dijual ke pasar luar negeri dengan harga murah atau tanpa memperhitungkan keuntungan. Jadilah produsen itu menerapkan praktik dumping.

            Produsen yang memiliki bahan baku menumpuk dan berpotensi daluwarsa atau busuk pasti akan meneruskan produksinya untuk menghindarti kerugian akibat tidak terpakainya bahan baku itu. Penjualan ekspor tanpa mendapatkan keuntungan bisa menjadi pilihan pada kondisi semacam itu. Bisa terjadi pula, dalam kondisi sulit produsen berupaya mempertahankan kelangsungan usahanya tanpa memperhitungkan keuntungan. Yang penting pabrik tetap jalan dan tidak ada pegawai yang harus diberhentikan. Produsen itu menjalankan usahanya dengan perhitungan pasar ekspor sekedar mencapai impas atau BEP.

Komite Anti Dumping Indonesia

            BMAD diterapkan dengan  Surat Keputusan  Menteri Keuangan setelah terlebih dulu ditetapkan besarnya marjin dumping oleh Menteri Perdagangan. Pengolahan bukti dan informasi serta penyelidikan atas adanya praktik dumping dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). KADI dipimpin seorang ketua dan beranggotakan unsur-unsur dari Departemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen Keuangan dan departemen atau lembaga lain terkait.

            Industri dalam negeri dapat mengajukan permohonan kepada KADI untuk melakukan penyelidikan atas barang impor yang diduga sebagai barang dumping yang menyebabkan kerugian. Yang dimaksud dengan kerugian bukan hanya nyata-nyata telah terjadi kerugian. Kerugian itu dapat berupa  kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis,  ancaman terjadinya kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, atau terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Bila terdapat dugaan praktik dumping yang merugikan industri dalam negeri, KADI dapat melakukan penyelidikan atas barang impor yang diduga sebagai barang dumping tanpa adanya permohonan dari industri dalam negeri. Yang dimaksud sebagai  industri dalam negeri adalah  keseluruhan produsen dalam negeri barang sejenis atau produsen dalam negeri barang sejenis yang produksinya mewakili sebagian besar (lebih dari 50%) dari keseluruhan produksi barang yang bersangkutan


Pengenaan BMAD

            Bila dalam masa penyelidikan oleh KADI ditemukan  bukti permulaan yang kuat adanya praktik dumping,  untuk mencegah terjadinya kerugian Menteri Keuangan dapat menerapkan tindakan sementara berupa pengenaan Bea Masuk Antidumping Sementara. Tindakan sementara dikenakan paling cepat enam puluh hari sejak dimulainya penyelidikan dan berlaku paling lama empat bulan. Selama masa penyelidikan, eksportir barang dumping atau pemerintah negara pengekspor  dapat mengajukan tawaran untuk melakukan tindakan penyesuaian kepada KADI, berupa  penyesuaian harga atau penghentian ekspor barang dumping atau tindakan lain yang dapat menghilangkan kerugian.

Atas dasar hasil akhir penyelidikan KADI yang membuktikan adanya barang dumping yang menyebabkan kerugian,  Menteri  Perdagangan memutuskan besarnya nilai tertentu untuk pengenaan BMAD yang besarnya sama dengan atau lebih kecil dari marjin dumping. Pengenaan BMAD berlaku paling lama lima tahun sejak keputusan pengenaan yang ditetapkan oleh Meteri Keuangan. .

Atas prakarsa KADI atau permohonan pihak yang berkepentingan, pengenaan BMAD dapat ditinjau kembali paling cepat dua belas bulan setelah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan. Berdasarkan hasil peninjauan kembali, KADI mengusulkan kepada Menteri Perdagangan untuk menghentikan pengenaan BMAD dalam hal adanya bukti bahwa kerugian yang disebabkan oleh barang dumping sudah dapat dihilangkan. Dalam hal masih terbukti bahwa kerugian yang disebabkan oleh barang dumping  belum dapat dihilangkan, KADI mengusulkan untuk melanjutkan pengenaan BMAD

Globalisasi

            Perekonomian negara-negara di dunia yang makin terbuka menjadikan seolah negara sudah kehilangan batas. Globalisasi di bidang perdagangan menjadi kemestian yang tidak bisa dihindari. WTO yang dibentuk tahun 1994 menjadi polisi yang menjaga agar globalisasi perdagangan berjalan dalam rel yang tepat. Kemajuan yang telah dicapai umat manusia harus diupayakan untuk berdampak positif bagi seluruh dunia. Manusia telah mencapai tingkat kesejahteraan yang cukjup tinggi.   Globalisasi menjadi salah satu cara agar kesejahteraan itu bisa dinikmati seluruh umat manusia.

            Globalisasi akan berujung pada spesialisasi dan efisiensi produksi yang pada akhirnya manusia akan bisa memperoleh barang dengan harga yang murah. Produsen yang tidak efisien pasti akan kalah oleh produsen yang telah mampu menerapkan sistem yang efisien. WTO menjaga agar jalan menuju spesialisasi dan efisiensi itu berjalan dengan sehat. Dalam kerangka itu WTO mengenal adanya Bea Masuk Anti Dumping, Bea Masuk Imbalan dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan.

            Semoga jiwa dan semangat globalisasi itu tidak salah jalan.

-----------------------------------------------------------
Budi Nugroho
Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Yogyakarta
Jl Solo km 11 Kalasan Jogja 55571

Tidak ada komentar:

Posting Komentar